skip to Main Content

Bangga Berbahasa dan Berbudaya bersama Seminar Nasional FISIP Universitas Al Azhar Indonesia

  • uai

“Berani untuk maju dan menjadikan bahasa sebagai tuan rumah di negara sendiri adalah salah satu cara menyelamatkan budaya bahasa dari ancaman kepunahan.” Ujar Dr. Nadjamudin Ramly dalam Seminar Nasional FISIP UAI 2018.

Jakarta (23/03) – “Kuasailah bahasa, maka anda akan menggenggam dunia” ujar Ibu Irwa Zarkasi selaku Dekan FISIP Universiats Al Azhar Indonesia yang  disambut dengan riuh tepuk tangan peserta yang hadir. Mengusung tema Bahasa dan Budaya, kali ini Universitas Al Azhar Indonesia dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menghadirkan Seminar Nasional yang berjudul “Merajut Kebangsaan dan Sikap Nasionalisme Melalui Penguatan Bahasa Indonesia dan Budaya Lokal” acara ini dihadiri oleh pakar dan juga tokoh yang menginspirasi di bidangnya, yaitu : Prof. Dr.H. Arief Rachman (Ketua Harian Komisi nasional Indonesia Untuk UNESCO (KNUI), M.Pd., Dr. H Nadjamuddin Ramly, M.Si. (Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Kemendikbud), Dr. Fokky Fuad, S.H.,M.Hum (Pakar Antropologi Hukum), Abdy Azwar, S.Ikom (Duta Bahasa Nasional) dan dimoderatori langsung oleh Heri Herdiawanto, S.Pd.,M.Si (Dosen tetap Hubungan Internasional dan wakil dekan FISIP UAI). Seminar ini dibuka dan dihadiri oleh Rektor Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc.

Dimulai dengan pidato pendek yang dibawakan oleh Duta Bahasa Nasional, Abdy Azwar memotivasi generasi muda yang hadir untuk terus bergerak dan berpartisipasi dalam menyelamatkan warisan budaya Indoenesia yaitu “Bahasa” dari ancaman kepunahan. Selain karena semangat generasi muda yang tinggi, ia percaya bahwa mau tidak mau warisan ini juga akan diturunkan kepada generasi muda saat ini. Mengutamakan Bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah dan menguasai bahasa asing adalah nilai yang harus kita pegang untuk meningkatkan dan menjaga kelestarian budaya bahasa indonesia. Dalam pidatonya Abdy Azwar juga mengajak generasi muda untuk mengurangi penggunaan bahasa serapan, dan menggantinya dengan bahasa Indonesia asli yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Seperti contohnya, penggunaan kalimat pelantang untuk microfon, mancak ria untuk outbond, gawai untuk gadget dan swafoto untuk selfie.

Setelah pemberian plakat dan setifikat secara simbolik oleh ibu Irwa, acara dilangsungkan dengan dialog mengenai Bahasa, Hukum dan Budaya. Menyangkut Hukum Bapak Fokky berbicara mengenai mirisnya bangsa Indonesia yang masih sangat pasif dalam menjaga warisan budaya khususnya dalam konteks bahasa daerah. Sebagai pengkaji antropologi hukum beliau kerap  terkejut karena banyak peneliti hukum Eropa yang ternyata menyelidiki hukum bahasa di Papua. Beliau masih menyayangkan sikap penstudi hukum yang kurang menyadari kekayaan budaya bahasa Indonesia yang melimpah. Oleh karena itu, beliau sangat mengharapkan bahwa perkembangan hukum kedepanya dapat lebih menggunakan aspek aspek budaya Indonesia.

Ditutup dengan perbincangan yang seru dan aktif oleh Prof Dr. Arief Rachman, dimana beliau banyak memotivasi dan menginspirasi generasi muda untuk terus memperkaya pengetahuan akan bahasa daerah sebelum menguasai bahasa asing. Kehadiran Seminar ini pun sangat diapresiasi oleh beliau, karena menurut beliau seminar ini membantu mengingatkan kita kembali akan ancaman kepunahan bahasa daerah yang berjumlah 726 bahasa. Semakin dini kita juga harus menyadari bahwa ada beberapa masalah serius yang kita hadapi mengenai keberdayaan bahasa daerah di Indoensia, yaitu : kurangnya penutur bahasa, menurunnya kualitas penggunaan bahasa dan keterbatasan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pengetahuan anak terhdap bahasa daerah.

Acara yang berhasil menarik beragam mahasiswa dari dalam dan luar kampus ini berjalan dengan sukses dan interaktif. Para pakar dan tokoh yang hadir telah berhasil menyuntikan kembali semangat para generasi muda untuk berbahasa dan berbudaya. Bagaimanapun bahasa adalah warisan bangsa yang tidak boleh disepelekan, keberadaannya mampu menjadi modal kekuatan diplomasi negara. Budaya indonesia yang sangat dominan dibandingkan aspek lainnya. Generasi muda harus aktif dalam menjaga keberagaman Indonesia, bekerjasama untuk mendudukan bahasa sebagai tuan di negara kita sendiri.



 

 

Back To Top